Legitimasi Pribadi

     

Cerita ini hanyalah karangan belaka. Apabila ada kesamaan/kemiripan dengan kejadian nyata, sengaja. Biar bisa diambil pelajarannya.

Sebutlah seorang pria bernama AP. Dia bekerja sebagai penjaga toko di suatu ruko pinggir jalan. Majikannya menggaji dia hanya dengan 500 ribu sebulan. Setiap minggu dia disuruh oleh majikannya untuk belanja alat-alat pendukung toko.

AP merasa penghasilannya sangat kecil sekali. Buat kebutuhan sehari-hari dirinya sendiri saja sudah pas-pasan. Kebutuhan sekunderpun sepertinya sulit dipenuhi. Belum lagi dia harus menafkahi istri dan seorang anaknya. Padahal, upah minium regional di kotanya mendekati 2 juta rupiah.

Ia pun bergumam pada dirinya, kalaulah dihitung-hitung, pekerjaan saya ini pantas untuk dibayar setidaknya 1,5 juta sebulan. Dengan asumsi itu, ia-pun melakukan hal-hal yang sebetulnya tidak benar, diantaranya mengambil uang dari kasir, ya barang 10 sampai 20 ribu sehari, atau memberikan kembalian yang kurang ke pembelinya, pikirnya kalau hanya seribu-duaribu orang tidak sadar.

Selain itu juga, ketika ia disuruh belanja alat pendukung toko, ia pun me-markup barang belanjaannya. Kadang ia sambil membeli barang kebutuhannya ketika belanja, kadang juga membelikan temannya barang dengan uang belanjaan majikannya.

Lama kelamaan, majikannya pun sadar bahwa AP sering melakukan hal tersebut. Lalu sang majikan-pun melakukan operasi tangkap tangan untuk menjebak AP, dan akhir-nya pun AP tertangkap basah ketika melakukan aksi-nya.

Sebenarnya kisah di atas adalah contoh korupsi, pada skala yang kecil (kalau dibandingkan orang yang korupsi / markupnya milyaran). Menurutku, orang koruspi bisa jadi karena: By default harusnya orang tuh udah jujur, amanah, bisa dipercaya, dan ngga usah diperiksa lagi… Tapi ya ngga semua orang dididididik untuk berintegritas. Lha wong yang dididik untuk berintegritas juga bisa aja lasud.